Direkrut secara gratisan dari klub negara tetangga yang belakangan liga sepakbolanya sedang naik daun, Bule itu bernama Marcos Flores. Mantan perancang serangan klub Central Coast Mariners yang sekitar beberapa musim yang lalu pernah menahan imbang 3-3 Persib di SJH. Peman yang milih nomer 48 karena dia diam-diam suka ngabayangin Jesicca Veranda juga hadir di laga itu dan mempertontokan permainan yang cukup menarik perhatian. Tapi angger keur eta mah, jangankan menarik perhatian Djanur, menarik perhatian bobotoh oge henteu.
Kondisi berbalik seratus delapan puluh derajat beberapa tahun pasca pertandingan hari itu. Djanur –Uwak sih jigana mah– tanpa disangka berpikiran merekrut Flores untuk menambal liang di lini tengah Persib pasca perginya sang mantan terindah Don Makan Konate.
Melihat dari penampilan Los Argentinos yang satu ini memang sangat berbeda dengan Konate sang jendral sekaligus leheun Persib tempo hari. Eits…, kaleum ulah nginget-nginget hela mantan bisi kasuat-suat. Maksud kami berbeda dengan Robertino Pugliara sang pemilik #10 yang diplot sebagai free role sekaligus playmaker Persib di ajang dek Tisha Soccer Cempyenship. Penampilan Mang Ino memang teu butut-butut teuing ngan nyaeta sakalina butut nya butut weh 90 menit euweuh alusna. Kumaha deui da kitu ayana bobotoh mah objektif weh komo ninggang legiun asing mah.
Masuknya Flores ‘ukuele’ seakan membawa angin segar ditengah bututna Mang Ino di beberapa pertandingan terakhir. Tapi kebingungan seolah-olah datang, Persib layaknya pemuda ganteng yang udah punya kabogoh geulis tapi hese pisan mere servis memuaskan, kemudian ada gadis lain yang teu eleh geulis. Walau can pegat, oportuniti mah kudu dimanfaatkeun, nyandung adalah koentji!
Mungkin bukan hanya Coach Djanur, bobotoh ge bingung, ” rek dimana Ino dipaenkeun posisina, Rek dimana Flores posisina? Piraku rek diadekkeun kitu?” Satu kalimat simple untuk menjawab; Djanur know best! As usual tea. Tapi sebagai penikmat, pecinta sekaligus pengkritik Persib tidak ada salahnya ngawang-ngawang dimana sesungguhnya habitat yang pas untuk FLO48 Ukulele ini.
Melihat pertandingan pertama vs Bali Utd, Flores diplot menggantikan posisi Ino dan 20 menit awal he’s good looking, maen ciamik, daek turun, wani ngudag, daek duel plus visi bermain yang diatas rata-rata pamaen Persib. Flores apal iraha manehna kudu passing pendek, iraha kudu longpass, pun dengan positioningna yang selalu enakeun. Sayangnya eta ngan nagen saparapat babak. Selebihnya? Bisa dinilai sendiri. Purlap.
Beberapa alasan keluar dari Coach maupun dirinya bahwa intina manehna belum kembali pada kondisi awak anu bugar. Pledoi yang sederhana, sesederhana David Lalay saat dipoles ku Deyan.
Flores pengganti Robertinyo
Baik Ino maupun Flo keduanya bukan perancang permaenan tipikal jiga Konate. Kalau Ino hobi ngetem di ruang antar lini bek dan gelandang, posisi mepet ka streker, Flo lebih sering menghabiskan waktu di lingkaran tengah. Berusaha menyalurkan bola dari poros ganda ke pemaen depan melalui umpan panjang.
Flores dengan visi bermain yang cukup lumayan ditambah umpan-umpan yang akurat mungkin memang bisa bermaen di pos Mang Ino. Bukan berarti kapasitas Ino yang tidak layak, tetapi karena tipikal main Ino dan Flores yang berbeda, dari segi umpan dan positioning Flores dilihat dari satu laga dan beberapa laga ujicoba cukup lumayan dibanding Ino. Nilai tambahnya yaitu ketenangan Flores saat menguasai bola, beda jeung Ino anu gurung-gusuh teu puguh komo mun nyusun serangan balik mah, sakapeung sok purlap.
Memainkan Ino membuat Persib kehilangan distributor bola dari lini tengah, memainkan Flo membuat Persib kehilangan pemaen di area antara bek dan gelandang. Sami mawon sih kan yah?
Kalau standar taktik Djanur membutuhkan perancang serangan tipe Konate, moal katagenan mau sama Flo boh sama Ino. Ino terlalu hoream untuk mundur, Flo terlalu hoream untuk lumpat.
Flores Pelengkap Robertinyo
Lebih dari sekedar mengganti Ino, Flo48 malahan bisa jadi pelengkap Ino, mendukung biar si doi no 10 bisa lepas dari bayang-bayang Don Makan Konate. Dengan memainkan Ino dan Flo bersamaan, setidaknya beban kreator serangan bisa ditanggung bersama oleh dua pemaen ini. Dan ini tentunya akan sangat baik bagi kedua pemaennya dan bagi Persib.
Pertanyaannya, bagaimana memaenkan keduanya secara bersamaan? Haqul yaqin, hampir teu kapikiran ku Djanur yang berorientasi mipir gawir dan terjebak masa lalu trio Konate-Utina-Hariono.
Pertama Ino bisa digunakan sebagai si palsu nomer salapan. Stangtos kudu bisa mun dicobaan mah dengan catatan Ino sebagai striker palsu atau false nine kusabab dengan catatan gul manehna nu saeutik leuwih loba tibatan Sergio dan kadang positioning Ino di kotak penalti lawan sakapeung sok teu kanyaohan. False nine atau nomor 9 palsu memang sekarang sedang hits di pesepakbolaan. Khususyon sejak gelaran Yuro 2016 kamari dimana Jerman masang Muller atau Gotze sebagai pemain demikian.
Udah dibiliang kan titadi, kalau area paporit Ino ngetem ada di ruang antar lini belakang dan gelandang. Ino bisa bergerak bebas kamana wae menganggu bek yang mungkin akan kebingungan kudu stay defend atau naek nutup Ino, memberi celah kepada kedua flank untuk lari di belakang bek atau melakukan cut in. Keberadaaan Flo di lini tengah membuat Ino teu kudu mundur untuk melakukan distribusi bola. Cukup fokus mencari peluang mencetak gul.
Hanya saja Ino sebagey false 9 ieu kudu dibarengi dengan kesepahaman para pemaen sayap. Ulah nyisir gawir sawah terus crossing jangkung, mubadzir. Melakukan operan tok tak sambil lari diagonal bakal lebih efektif mah sih.
Opsi lainnya terinspirasi dari tulisan dalam sebuah buku berjudul Simulakra Sepakbola, tersirat pikiran kenapa tidak, Robertino dijadikan sebagai Raumdeuter layaknya Thomas Muller di timnas Jerman. Namun sebagai seorang Raumdeuter, Muller memang tidak banyak memainkan bola, ini berbanding terbalik dengan habit Ino yang bernaluri regista murni. Lebih shopisticated dari sekedar menjadi false 9, Ino sebagai Raumdeuter!
Sergio sebagey target man. Flo sebagey pengganti Bang Utina, teu kudu lumpat, menjadi deep lying playmaker. Dan Ino biarkan dia tetep ngetem di antara bek dan gelandang lawan, teu kudu mundur. Tinggal mencari liang-liang nu nyumput.
Dua gul Ino tercipta jarak hanya 1 senti dari gawang, membuktikan bagaimana dia bisa bergerak siluman saat batur paciweuh. Satu gul lainnya dicetak dari jarak jauh dengan tendangan halilintar. Dua jenis gul yang sebenarnya menjelaskan bagaimana kapasitas sebenarnya Ino. Dia mungkin tidak becus menyusun serangan dari kedalaman lini tengah. Ino lebih sering mepet striker, tapi hasilnya ketika bek-bek fokus pada striker dia bisa menyusup mencetak gul, pun dia bisa mencoba melakukan tembakan jarak jauh sesuka hati.
Kapasitas Ino itu bisa dimanfaatkan dengan membagi beban menyusun serangan dengan Flo. Pun dengan Ino ngetem di depannya, Flo tidak perlu lagi dibebankan kudu naek turun lulumpatan, not me banget deh kata Flo48. Flo bisa menyebarkan operan dari tengah lapangan, umpan terobosan kepada sayap untuk berlari ke belakang bek. Opsi Flo juga bertambah dengan adanya Ino dan Sergio.
Ino kemudian bisa terus berlari-lari kecil di sepertiga lapangan atau sesekali menjadi pemantul bola. Lalu kumaha jeung serangan Persib anu sok ti gawir? Bakal jadi masalah rumit oge, bisa saja Persib tetap mempertahankan pakem serangan melalui gawir, tapi jangan lupa bahwa nyerang ti gawir tidak melulu harus melalukan crossing bola atas. Sebagai contoh bagaimana Alexis di Arsenal nu seserebetan wani asup ka tengah yang diakhiri thruupass di kotak pinalti, atau Robben sebagai inverted nu wani ngubrak-ngabrik nepi kotak 16. Persib (hampir) punya pemain jiga kitu, Aa Tantan pun cak Samsul yang belakangan sebagai pemain pengganti terlihat lumayan mun dipaenkeun di gawir.
Intina sih kieu lurd, loba jalan menggunakan Ino dan Flo babarengan. Bahkan sebenerna mah loba jalan menggunakan skuad nu aya ayeuna. Ngan, pelatih kapikiran teu? Uwak mere izin teu? Kitu. Wassalam.
@dit
Follow kita di @stdsiliwangi