Pep Guardiola membuat liga Enggris di awal musim ini bergairah karena kejeniusan taktiknya. Salah satunya cara menggunakan fullback yang tidak konvensional. Jika biasanya fulbek disuruh untuk membantu penyerangan dengan menyisir gawir memberi opsi lebar lapangan, Pep di Mencester Siti menyuruh kedua fulbeknya ngetem di setengah lapangan City, bergerak ke tengah menjadi tambahan gelandang bertahan. Kapikiran laaah!
Setelah lalajo Menceseter Siti saya kemudian lalajo Persib, dan taktik Djanur membuat pengalaman lalajo mengbal saya antiklimaks. Pep dengan jeniusnya kapikiran weh berkreasi menugaskan bek gigir menjadi tambahan gelandang bertahan, eh Mang Djanur nitah kedua sayap terus weh mipir gawir walau kentara bahwa poros tengah Persib, mesin dan inti kreativitas serangan eungap teu walakaya dalam menyerang dan bertahan. Sok hayang ngabaledog tipi jadina teh.
Tahun 2014 silam, saya sempat meragukan kemampuan taktikal Djanur. Puncaknya saat Persib gagal menang beruntun lawan PBR dan Perjisa. Djanur tidak pernah bisa membongkar pertahanan lawan yang maen dengan niat tulus mau bertahan aja, tidak mau keluar menyerang Persib. Djanur tidak memiliki kreativitas.
Well, seiring berjalannya waktu, dan kemudian keberhasilan menjadi juara beberapa kali, Djanur berhasil mengikis keraguan saya. Djanur memiliki kemampuan meracik taktik. Tapi rasa ragu masih tetap tidak bisa hilang. Masih ada tanda tanya besar, kenapa taktik standar haben weh kitu bisa menghasilkan 4 piala?
Kreatif?
James McNicholas (@gunnerblog), blogger-pundit-Gooners, memberi pencerah. Di salah satu tulisan analisisnya dia bilang Wenger menyerahkan sebagian besar keputusan taktikal reaktif di dalam pertandingan kepada pemaennya. Arteta, Ozil, Santi, bahkan Mertesacker memegang peranan penting dari hasil-hasil yang diraih Arsenal.
Djanur hampir mirip dengan Wenger, pola dasar maen Persib di tangan Djanur adalah standar kitu welah menyerang lewat sayap. Disinilah posisi penting dari Bang Utina muncul. Ketika Djanur dan Uwak hariwang melihat permaenan, Bang Utina selalu bisa membaca situasi dan mengambil keputusan taktik. Bang Utina dengan semua pengalaman bermain, otak cerdas, dan simanya bisa membantu Djanur membuat Persib seakan bermain dengan taktik dan memiliki rencana permainan yang kreatif.
Opsi utama adalah menyerang lewat sayap, standar penyerangan paling sederhana, karena lewat tengah mah riweuh loba jelema. Ketika opsi mipir gawir gagal, Don Konate mengambil panggung utama dengan kemampuannya menggiring bola dan pergerakan tanpa bola untuk masuk ke area bahaya, ditambah penyelesaian akhir si ganteng oge juara sih, sebagian besar aksi Konate dipentaskan di poros tengah. Djanur seakan memiliki variasi taktik, kanan mentok, pindahkeun ka tengah.
Bang Utina menjadi pelindung bagi Makan Konate, otak penyerangan. Makan memiliki kreativitas dan visi yang bagus, umpan-umpannya joss, pengambilan keputusannya bagus, kapan harus mengoper kapan harus menggiring bola. Semua kabisa Don Konate jongjongs kaluar karena Bang Utina menjadi pelindung dan pengarah Makan Konate. Kalau Makan Konate adalah bedil, yang mengeceng dan menarik pelatuknya adalah Bang Utina.
Kalau maen FM mah, di hari pertandingan Djanur cuma milih 11 pemaen inti + 7 cadangan terus mencet next. Di bagian tactics teu dibaca-baca acan, default weh terus pencet deui next. Matakan ketika otak permainan dan mesin serangan Persib hapeuks seperti saat ini, Djanur kesulitan meraih kemenangan. Kemenangan biasanya diraih ketika melawan pelatih yang sama-sama teu maca bagian tactics, alias pelatih tactic default. Melawan pelatih yang mengotak-ngatik taktik, terutama yang memanfaatkan kelemahan Djanur saat melawan pemaen sayap jago atau tim bertahan total, Djanur tidak bisa menang.
Well, kalau tudingan di atas terlalu keras, ada juga sih emang hari-hari ketika Djanur cageur. Mengotak-ngatik taktik, menugaskan beberapa pemaen dengan pekerjaan khusus yang sesuai dengan lawannya, biar Persib bisa meunang. Tapi hari-hari model kitu teu sering, jarang pisan malahan mah.
Beberapa kemenangan Persib ketika pemaen sayap Persib majenun dalam memberi umpan silang karena pemaen sayap lawan rivuh atau lengah meskipun ngan sakali dua kali, seperti lawan Persela dan PS TNI. Atau ketika lawan tidak menggunakan sayap dan malah rariweuh ka tengah, seperti lawan Persipura. Rata-rata, hampir semua kemenangan Persib lebih karena kesebelasan lawan lebih butut bukan karena Persib yang maen joss.
Ketika kesebelasan lawan maen alus, tong alus ketang cukup mejeuh weh, Persib teu bisa meunang. Contoh lawan Persija. Gak ada yang wani bilang Persija maen hade kan basa itu? Cuma kenapa Persib teu bisa meunang? karena Persib maen medioker. Komo melawan tim dengan taktik dan pemaen yang lebih alus, Persib rivuh dan eleh wae.
Saat melawan Perjisa, Djanur tidak bisa memanfaatkan keunggulan orang 3 lawan 2 di lini tengah dengan terus ngantep Ino maen mepet dengan Sergio. Melawan Arewa Milo mah aya kadaek mengubah pola maen demi meraih hasil, Djanur mah tetep weh ngantep Ino yang tidak walakaya menghadapi gelandang bertahan lawan soranganan di tengah. Taktik default Djanur berlanjut saat melawan SFC. Ino kembali hilang. Persib hampir tidak memiliki usaha mencetak gul dari poros tengah, dari area no 10 Persib, karena Ino ripuh menghadapi 3 gelandang heuras SFC sendirian. Kedua sayap terlalu mager untuk mencoba cut in membantu Ino. Djanur tidak pernah mencoba mengubah situasi ini.
Gagal
Taktik default Djanur yang masih mengandalkan sayap untuk meraih gul, variasinya dibantu oleh perancang serangan dari tengah, sering gagal di ISC ieu. Duet sayap kanan masih belum padu, bek kanan wae karek kadieunakeun Jasuk maen mejeuh. Ketika kanan teu jalan, opsi alternatif dari tengah eweuh pisan. Ino jarang pisan daek mundur, mencari ruang kosong untuk dioperan, kemudian membawa bola menciptakan peluang seperti Don Konate. Kalau taktik default Djanur kunci poros tengahnya Konate, maka taktik itu udah gagal sejak Ino dimaenkan. Ino bukan Konate, kenapa Djanur maksakeun Ino maen kudu jiga Konate? Pelatih dan pemaen sarua miskin kreativitasna.
Di satu kesempatan Djanur pernah juga ngomongin soal kebiasaan Vlado maju menggiring bola. Bisa jadi salah satu pergerakan paling efektif Persib, Vlado naek membuat lini tengah tidak kalah orang, justru bukan ide Djanur. Hampir tidak ada pemaen tengah Persib yang punya inisiatif untuk mengubah permaenan, seperti yang biasa dilakukan oleh Bang Utina. Pemaen paling mendekati otak kreatif serangan Persib justru seorang Hariono. Sudah jadi pemandangan biasa melihat Mas Har menngganti arah serangan Persib dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Untungnya makin kesini operan Mas Har makin bagus, tapi da kumaha deui, sebagai pemaen berkarakter pemutus serangan lawan, passing Mas Har sering kali susah dikontrol pemaen lain. Padahal idena udah bagus mencoba mengganti serangan dari sisi yang macet.
Mas Har jugalah yang paling sering menggiring bola melewati pemaen lawan di poros tengah. Padahal eta udah tugas pokok Ino. Distribusi dan penetrasi dari tengah sebenerna kunci serangan. Emang paling sedikit pemaen lawan mah di gawri, tapi peluang paling bagus mencetak gul selalu hadir dari sisi tengah. Kim Jepri Kuncir mah syarekeun welah.
Urusan pergantian pemaen pun Djanur tidak pernah membuat pergantian yang bisa mengubah skema mandek Persib. Semua pergantian cenderung penyegaran tenaga pemaen di posisinya masing-masing.
Misteri permaenan taktik saat ini adalah, apakah pemaen sayap tidak disuruh Djanur untuk cut in ke tengah? Apakah Ino tidak diminta untuk sering turun menjemput bola menciptakan kreasi sejak dari bawah, dan malahan disuruh berdiri dekat striker hampir sepanjang maen? Kenapa seperti itu? Padahal sudah hampir 10 pertandingan terbukti bahwa taktik Ino mepet striker itu membuat kreasi Persib buntu. Kenapa? WHY? KUNAON atuh welu?!
Laboratorium ISC
Djanur sebenarnya menujukkan kemajuan urusan meracik taktik sebelum pergi ke Itali dulu. Si Mamang Coach udh berani ngerotasi pemaen disesuaikan dengan prediksi pemaen lawan yang akan dihadapi. Paling joss variasi Djanur dalam memaenkan tempo. Ada kalanya Persib disuruh maen ngeteyep, ada juga disuruh maen geber. Ada pertandingan ketika defend deeep, ada juga ketika keluar ngepress sampe area lawan.
Sekarang dengan hampir punahnya peluang Persib menjadi juara ISC Djanur seharusnya bisa memanfaatkan situasi dengan bereksperimen sebanyak mungkin, membebaskan ide-ide kreatif dalam otaknya untuk menyusun taktik non konvensional seperti punyanya Pep Guardiola. Sayangnya, situasi tidak sesederhana itu. Ada banyak hal centang perenang terkait membiarkan Djanur mengasah kemampuan taktiknya sekaligus memberi para pemaen pituin kesempatan bermaen.
Pertama, secara matematis Persib masih berpeluang juara. Selisih dengan Madura Yunaitid saat ini adalah minus 13 poin dengan Persib punya tabungan 2X maen. Kalau, 2 pertandingan itu Persib menang, selisih “ngan” 7 poin. Secara gelap mata sih bobotoh paling optimis pasti masih menginginkan Djanur tidak banyak mencoba nu aneh-aneh karena selisih dengan pucuk masih bisa diudag. Gelap mata karena selain selisih itu masih ada Arewa, Sriwijaya Mantan Club, Boaz & Friends FC, dan Semen Tiga Roda diantara Persib dan Madura. Kalaupun Persib menang 5 kali dan Madura eleh 5 kali, belum tentu 5 kesebelasan diantara aku dan dia eleh terus wae oge kan? Secara hate, kudu geus bisa Ridho Ikhlas masrahkeun Persib moal juara ISC.
Berikutnya berhubungan dengan Wak Haji. Di posisi rariweuh dengan hasil kieu yang paling riweuh adalah beliau-beliau penghuni lini bench yang tidak punya lisensi ngalatih. Mereka selalu meminta kemenangan dan percaya bahwa pemaen-pemaen tertentu yang harus selalu dimaenkan, betapapun bajrednya permaenan pemaen tertentu. Salah satunya, sebut saja berinisial ATEP. Butut dalam banyak pertandingan, tapi selalu bisa mencetak gul ketika titik kesabaran bobotoh sudah habis, jadinya terus weh dipaenkeun, karena trio lini bench tanpa lisensi pelatih mah ngarasana Atep maen alus, bisa mencetak gul.
Sebelum Wak Haji yang menyerah, menghapus target juara Persib, Djanur tidak akan bisa mengambil keputusan yang aneh-aneh. Kalau target juara sudah dicoret, Djanur bisa memengang prinsip nothing to lose. Yaah, bagi Pak Glenn sih lose karena target meraih sponsor mungkin jadi rada terpengaruh. Padahal peluang Djanur mempertajam insting dan kemampuan meracik taktiknya dengan menggunakan ISC sebagey laboratorium eksperimen sungguh luar biasa.
Mungkin Djanur geus hoream mere taktik macem-macem. Geus mah start di tengah jalan dan Uwak rariweuh wae. Trus masih kabayang meur dipiceun ka Italia. Balik ti Itali, stok pemaen Persib geus medioker peninggalan si taeun uefa pro. Kehoreaman yang sangat merugikan Persib, dan bisa merugikan Djanur ke depannya kalau momen ISC ini tidak dimanfaatkan untuk coba-coba. Da lain nyieun anak diluar nikah, der weh coba-coba atuh coach. Wassalam.
sampai jumpa lagi
@bus
pollow kami di twitter @stdsiliwangi