Tidak semua orang bisa menjadi pelatih sepak bola. Well, menjadi pelatih atau ditunjuk melatih sih bisa wae, tapi melatih kesebelasan profesional yang ikut kompetisi profesional tidaklah semudah sekedar bisa melatih. Setiap kompetisi memiliki regulasi terkait lisensi kepelatihan seseorang. Seorang pelatih diharuskan untuk mengikuti serangkaian kursus untuk bisa mendapatkan lisensi kepelatihan. Lisensi kepelatihan itu ibarat ijazah, dan di dunia masa kini banyak aturan yang lebih mementingkan selembar kertas berlegalisir dibandingkan inti kemampuan sebenernya seseorang.
Untuk meniti karir menjadi seorang pelatih dimulai dengan mengikuti kursus kepelatihan lisensi D. Lisensi D ini adalah dasar dan tahap awal karier pelatih, di Inggris lisensi D ini dikenal dengan kursus Level 1. Kursus lisensi D bersifat lokal (nasional) kerap diselenggarakan oleh asprov-asprov PSSI. Setelah mendapatkan lisensi D, para pelatih mengikuti kursus yang lebih tinggi, kursus kepelatihan lisensi C (level 2 jika di Inggris), yang diadakan oleh federasi negara atau konfederasi sepak bola tingkat regional (AFC, UEFA, Conmebol dan sajabana) dimana sertifikatnya diakui oleh FIFA. Jika sudah memiliki lisensi D dan C maka sudah bisa untuk melatih kesebelasan amatir atau menjadi asisten di kesebelasan professional.
Supaya bisa melatih klub profesional maka si pelatih perlu meningkatkan kembali ilmunya dengan mengikuti kursus lisensi B, kemudian agar semakin mantap harus naik tingkat mengambil lisensi A. Yaah, kenyataanya pada saat ini klub professional yang berada di divisi teratas memiliki regulasi harus dilatih oleh pelatih dengan lisensi A, sementara lisensi B mentok hanya bisa menjadi seorang asisten pelatih. Kursus lisensi B dan A bisa dilakukan oleh federasi suatu negara atau konfederasi sepak bola. Tetapi akan lebih baik bila si pelatih mengambil lisensi yang dikeluarkan konfederasi seperti AFC atau UEFA, lisensi tersebut bersifat internasional dan diakui FIFA, sehingga bisa melatih di negara manapun yang menjadi anggota FIFA.
Jika pelatih mengambil lisensi yang dikeluarkan federasi, biasanya pelatih tersebut nantinya akan meminta persamaan lisensi pelatih untuk disesuaikan dengan konfederasi tempat bekerja. Misalnya seperti kasus yang pernah menimpa Osvaldo Lessa bersama Persipura kala akan melakoni Piala AFC. Saat itu terjadi perbedaan standar lisensi AFC dan federasi sepak bola Brazil. Di AFC terdapat tingkatan A, B dan C sementara di Brazil tidak ada tingkatan seperti itu. Jadi Osvaldo Lessa dan manajemen Persipura mengirimkan surat ke AFC dan PSSI untuk penyetaraan lisensi.
Rekor Pelatih Juara ISL
Pelatih Lisensi B Terbaik Sedunia!
Persib Bandung dalam seminggu terakhir ini kembali diterpa masalah yang berkaitan dengan lisensi pelatih. Masalah ini terjadi karena lisensi yang dimiliki oleh DJajang Nurjaman, pelatih yang menggantikan Dejan Antonic ini tidak sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh operator ISC A. GTS mensyaratkan klub-klub yang berlaga di ISC A minimal dilatih oleh pelatih berlisensi A AFC. Djanur pada saat ini baru mengantongi lisensi B AFC.
Walau tidak memiliki lisensi minimal regulasi ISC, prestasi coach Djanur terhitung real good. Coach Djanur mampu membawa Persib Bandung menjadi jawara ISL 2014 dengan hanya bermodalkan lisensi A Nasional dan C AFC. Selain menjadi kampiun ISL 2014, coach Djanur berhasil membawa Persib juara dalam turnamen Piala Presiden 2015. Rekor persentasi kemenangan Djanur di ISC bahkan lebih baik dari pelatih Persib sebelumnya, Dejan Antonic. Raihan poin pelatih berlisensi B AFC ini lebih baik dengan mengoleksi 13 poin dari 7 pertandingan (57,14% kemenangan), sementara Dejan yang berlisensi UEFA Pro hanya mampu mengoleksi 7 poin dari 6 pertandingan (16,67 % kemenangan).
Regulasi ISL 2014 yang dikeluarkan oleh PSSI pada pasal 38 menyebutkan:
“Pelatih kepala minimal memiliki lisensi A AFC atau yang setara (termasuk “A” Nasional).”
Saat itu lisensi A Nasional masih bisa digunakan sebagai lisensi untuk menjadi pelatih kepala, sehingga pada saat itu Djanur masih bisa menukangi tim Persib. Di ISL 2014, Djanur mampu bersaing dengan pelatih-pelatih yang memiliki lisensi lebih baik darinya, seperti Alm. Suharno dengan lisensi A AFC dan Steffan Hansson dengan UEFA Pro nya.
Sejarah mencatat, dalam deretan pelatih yang pernah menjuari ISL, Djanur menjadi pelatih kedua yang mampu membawa kesebelasannya juara ISL dengan hanya bermodalkan lisensi A Nasional. Sebelumnya, ada nama Kas Hartadi yang berhasil menjadi juara bersama Sriwijaya FC pada musim 2011-2012 dengan bermodalkan lisensi A Nasional. Sementara pelatih juara lainnya, Jacksen F Thiago memiliki lisensi Pro Brazil saat menukangi Persipura di ISL, Bigman Jacksen berhasil mengantarkan Mutiara hitam juara ISL 3 kali. Rene Albert menjadi satu-satunya pelatih berlisensi UEFA Pro yang berhasil menjadi juara ISL. Mengantarkan Arema juara pada musim 2009-2010.
Sementara di turnamen ISC A kali ini pelatih berlisensi Pro hanya tinggal tiluan; Milomir Seslija bersama Arema, Dragan Djumakovic bersama PBFC dan terakhir Rene Albert yang melatih PSM Makassar. Sementara Dejan Antonic, Stefan Hansson, dan Paulo Camargo harus rela game over duluan karena hasil yang didapat tidak sesuai dengan harapan pemberi kerja. Dari deretan pelatih berlisensi UEFA Pro ini hanya Milomir Seslija yang mampu menunjukan kualitasnya dengan mampu membawa Arema bertengger di peringkat kedua hingga pekan ke 15 ISC A dengan mengumpulkan 31 poin, dengan persentase kemenangan mencapai 60% (9 menang dari 15 pertandingan)
Peringkat 1 ISC A sampai pekan 15, Madura United, diarsiteki oleh Gomes Oliviera. Gomes Oliviera menjadi pelatih dengan catatan terbaik; 33 poin, 66.67% rasio kemenangan (10 menang/15 pertandingan).Llisensi pelatih Gomes Oliviera masih menjadi tanda tanya, karena tidak ada berita yang menjelaskan asal usul lisensi dari pelatih Madura United tersebut. Curiga sih jigana Pro Brazil seperti pelatih asal Samba lainnya. Jigana. Meureun.
Kategori pelatih berlisensi A AFC, Widodo dan Nil Maizar menjadi dua pelatih dengan lisensi A AFC yang sejauh ini cukup baik. Dari posisi klasemen pun, dua kesebelasan yang dilatih oleh mereka yaitu duo sumatera, Sriwijaya FC dan Semen Padang berada di posisi ke 3 dan ke 4 klasmen sementara dengan masing-masing mengumpulkan 27 poin serta 26 poin.
Daftar Lisensi Pelatih ISC 2016
Dilihat dari data diatas ada 3 pelatih yang bermasalah dengan aturan regulasi ISC yaitu Djadjang Nurdjaman, Jan Saragih dan Suharto AD (walau menurut persenahan mah Jan dan Suharto cuma caretaker). Dari ketiga pelatih tersebut, Djanur memiliki raihan poin dan prestasi yang paling baik. Bahkan bila dibandungkan dengan pelatih lisens A AFC seperti Mundari Karya, Sutan Harhara, Liestiadi, dan Subangkit yang telah dipecat, raihan kemenangan coach Djanur lebih baik dari keempatnya. Bahkan, rasio kemenangan Djanur lebih baik dari Rene dan Dragan yang berlisensi UEFA Pro. Teuing Lisensi UEFA Pro ATT (lisensi yang bisa hurung bagian tumitnya kalau dijejek meur)
Di ISL, liga resmi yang diakui oleh FIFA, lisensi pelatih bukan jaminan menjadi juara. Yaaah kita tahulah apa jaminan juara ISL, tapi yah coba dilihat lagi, Jaksen dan Persipura sebagai penguasa ISL memiliki lisensi Brazil Pro, apakah emang setara dengan lisensi UEFA PRO? Atau A AFC? Rene menjadi satu-satunya UEFA Pro yang bisa juara, juaranya juga dengan AREMA, apakah waktu itu Kota Malang sedang Pilkada? Dua anak bangsa yang menjadi juara justru hanya punya lisensi kepelatihan nasional. Kalau kita ambil data ISL doang, lisensi mah teu ngefek menjaga kualitas kepelatihan suatu kompetisi.
Rasio Kemenangan Per Lisensi
Abuskeun Emral deui?
Terkait permasalahan lisensi Djadjang Nurdjaman, Djanur dan Persib sebenarnya pernah mengalami situasi seperti ini saat akan menghadapi Liga Champions Asia dan Piala AFC. Pada 2 kejuaraan Asia itu, Djanur terbentur regulasi untuk menjadi pelatih kepala Persib Bandung karena baru memegang lisensi B AFC. Akhirnya, agar Persib tetap bisa berlaga di ajang Asia, Manajemen memutuskan Djanur dipasangkan bersama Emral Abus yang memang memiliki sertifikasi A AFC dan dikenal sebagai guru para pelatih di Indonesia.
Cara itu dipakai karena kompetisi asia yang diikuti Persib mah resmi dan berkelanjutan. Untuk ISC sih sebaiknya Persib minta aja dispensasi kepada GTS, toh Djanur sudah membuktikan kemampuannya lebih dari lisensi yang dia miliki.
Sebagai contoh bisa menggunakan kasus-kasus izin kerja khusus pemaen antah berantah di Liga Inggris. Syarat pemaen bola bisa maen di EPL kan ribet, hanya pemaen dari negara-negara non UE dengan peringkat FIFA terbaik yang bisa dapet izin kerja dengan gampang. Itupun tidak mudah karena harus memiliki persentase bermain untuk timnas yang cukup besar tergantung posisi negaranya di klasmen FIFA. Untuk bakat-bakat khusus yang negaranya amburadul, kesebelasan di Liga Inggris bisa meminta izin khusus. Pemaen bagus bisa saja bermain di liga inggris jika bakatnya emang joss.
Secara logika memang seharusnya dengan lisensi yang lebih baik tentu harus juga menghasilkan prestasi yang baik. Ilmu yang telah didapatkan oleh pelatih yang memiliki lisensi yang lebih baik harusnya lebih banyak dibandingkan dengan pelatih yang memiliki lisensi di bawahnya. Namun, untuk melatih tim besar seperti Persib modal lisensi saja tidak cukup. Sudah banyak pelatih berlisensi mentereng justru merod dan gagal bersama Persib. Tanya kenapa?
Sampai jumpa lagi.
@jay
Data: @guh
pollow kami di twitter @stdsiliwangi