Pertamakali dipublish di simamaung.com, tulisan dalam rangka menyambut persib juara.
Menakar kombinasi Djanur – Wak Haji
Terlihat hampir selalu merombak skuad tiap awal musim, pada kenyataannya 50% skuad persib musim ini pernah bermain bersama lintas musim. Atep dan Hariono telah bermain bersama selama 6 musim, sejak dari sebelum era Wa Haji.
Kebersamaan ini penting untuk membangun pengertian dalam permainan. Setengah dari langganan starter XI Djanur di musim 2014 adalah pemain yang pernah bermain bersama lebih dari semusim. Kombinasi di sisi kanan antara Supardi-Ridwan bahkan telah bermain bersama sebelum menjadi pemain Persib.
Wa Haji Umuh menjalani musim ke 5 tahun ini. Pemain, pelatih boleh datang dan pergi, namun hanya ada satu manajer untuk persib, Wa Haji Umuh Muchtar. Sedikit banyak, keberadaan Wa Haji selama 5 tahun terakhir mempunyai pengaruh terhadap naik turunnya prestasi Persib di papan Klasmen. Wa Haji yang paling lama bersama pemain Persib. Paling tidak dia tahu karakter, kelebihan dan kekurangan dari setengah lebih anggota skuad persib musim ini.
Keberadaan Wa Haji membuat faktor-faktor non teknis pemain terjamin. Simon Kuper dalam Soccernomics menekankan betapa pentingnya faktor nonteknis untuk pemain. Bagaimana klub harus bisa membuat mereka nyaman dalam bermain dengan melupakan hal-hal di luar lapangan ketika sedang bertanding. Terlebih untuk pemain baru, adaptasi adalah hal urgent yang harus bisa diakomodir oleh klub. Aspek ini, Wa Haji adalah jagonya. Pemain dimanja, pemain baru mendapat bantuan dari klub untuk bisa settle di Bandung.
Selama 5 tahun terakhir Wa Haji pulalah yang memilih Pelatih. Manajer tahu apa yang kurang dari tim persib. Rentang lima tahun memimpin klub adalah waktu yang lama untuk mengetahui karakter orang-orang di tim. Sayangnya, sering kali Uwa mengambil jalan pintas dengan langsung mencoret pemain yang dianggap tidak memuaskan. Sering juga uwa lebih tertarik mengambil pemain dengan nama besar, yang belum tentu sesuai dengan rencana pelatih.
Klub mungkin tahu apa yang kurang dari tim di musim sebelumnya, tapi bagaimana mengatasi hal tersebutlah yang menjadi kunci di musim berjalan. Lihat bagaimana Arsene Wenger mengetahui titik lemah arsenal di musim lalu, tapi dia gagal mendatangkan pemain untuk mengisi kelemahan tersebut. Bandingkan juga dengan Chelsea yang setelah mengetahui kelemahan musim lalu, berhasil mendatangkan pemain yang dibutuhkan. Hasilnya chelsea musim ini belum terkalahkan sedangkan arsenal engap-engapan di papan tengah.
Pun di Persib, musim ini Djanur bisa dinilai cukup berhasil dalam urusan transfer pemain. Starter XI Djanur memuat 5 dari 10 pemain baru. Hanya 3 pemain baru yang mungkin jarang mendapatkan kesempatan, dan mereka adalah pemain yang pernah menerima didikan persib junior semua (Sigit Hermawan, M. Natsir, Rudiyana). Satu-satunya flop Djanur adalah Djibril Coulibaly, yang memang opsi tunggal tersisa bagi Djanur untuk mengisi pos ex-SVD.
Djanur mencoba memperbaiki lini pertahanan dengan mengganti duet center back. Dengan gamblang Djanur berkata di awal musim, dia ingin bek yang bisa memegang bola agar bisa memulai serangan dari bawah. Usaha untuk memperbaiki lini tengah yang miskin kreasi memang tidak bisa dinilai berhasil sepenuhnya, tapi boleh laah dibilang ada perbaikan. lini depan lah pr Djanur yang belum diselesaikan.
Banyak pengamat sepakbola di Indonesia yang bilang taktik Djanur monoton dan mudah ditebak. Taktik mungkin bukan kelebihan Djanur. Kelebihan Djanur ada terutama dalam hal scouting pemain. Pemain pilihannya hampir selalu berguna untuk Persib. Aspek inilah yang melengkapi kekurangan Uwa. Di musim-musim ke belakang, Uwa seringkali mendapat bisikan yang salah soal perekrutan pemain. Efek langsungnya adalah sulit memperbaiki kelemahan Persib di musim sebelumnya.
Kombo yang Pas.
Kolaborasi Djanur dan Uwa memang unik. Jika di inggris sana manajer adalah sekaligus pelatih kepala, sehingga keberhasilan sebuah klub meraih gelar hampir pasti merupakan hasil dari kepemimpinan seorang manajer, di Persib kepemimpinan Uwa di luar lapangan dan kepemimpinan Djanur di lapangan merupakan faktor kombinasi untuk persib juara. Djanur akan kerepotan jika harus full time mengontrol hal nonteknis pemain, lagian duit mang Djanur tidak banyak. Uwa tentu tidak bisa diserahkan urusan taktik dan strategi permainan, tapi bisa menjamin dompet pemain aman, dapur ngebul.
Di sepakbola modern, hubungan antara manajer dan chairman klub sangat menentukan stabilitas sebuah klub. Disinilah keunikan hubungan Djanur dan Wa Haji terlihat jelas. Karena Djanur sebagai head coach fokus pada masalah teknis, urusan non teknis di sharing dengan Wa Haji, yang pada saat bersamaan juga berperan sebagai chairman bagi Persib. Porsi Wa Haji sebagai Manajer dan pengambil kebijakan klub memberinya kekuasaan yang sangat besar, yang bisa saja menentukan kesuksesan atau kegagalan Persib.
Mike Carson dalam buku The Manager menekankan bahwa hubungan antara Chairman dan Pelatih yang paling penting adalah kualitas kepercayaan dan kesabaran yang dimiliki chairman. Jika dua hal itu telah terpenuhi, maka tinggal menunggu waktu sebelum pelatih membalas dengan memberi gelar juara. Banyak mantan pelatih Persib yang lebih jago taktik dan manajerial pemain daripada Djanur. Berapa banyak diantara mereka yang bisa mengakomodir Uwa? Memberi Uwa peran untuk menuntaskan hasratnya sekaligus menjaga agar Uwa tetap berada di belakang garis batas area teknis.
Djanur dapat mengerti bahkan mengakomodir harapan dan keinginan Uwa. Sebagai balasannya Uwa memberi kepercayaan penuh kepada Djanur. Lihat betapa Djanur memegang penuh tim saat tampil luar biasa di babak 8 besar. Sangat sedikit momen ketika Uwa membisiki Djanur. Lebih banyak Djanur berdiri di garis tepi memberi instruksi. Uwa kemudian membantu Djanur di luar lapangan. Mencoba memastikan semua kebutuhan pemain terpenuhi. Gaji, Bonus, hiburan harus lancar mengalir. Pun bantuan untuk memotivasi pemain di ruang ganti. Ada kisah memberi hujan duit di ruang ganti saat menang lawan arema di semifinal.
Kesuksesan yang berkelanjutan.
Ada yang lebih penting dari gelar juara musim ini, yaitu sukses yang berkelanjutan. Meminjam istilah Sir Alex Ferguson, sustained success, adalah gol yang harus dimiliki oleh setiap klub sepakbola. Filosofi dari manajer legendaris itu adalah, tiada pemain yang lebih besar dari klub. Pemain bintang, baik itu yang dihasilkan oleh klub atau yang dibeli, hanyalah alat untuk mencapai kejayaan klub.
Hanya 2 pemain yang bermain di final melawan persipura yang pernah mengecap pendidikan di persib junior. Ferdinand Sinaga dan Atep. Sepanjang musim ada 6 dari 8 pemain lulusan persib junior yang mendapatkan Caps dari Djanur. Pemain persib yang dipanggil timnas ada 7 sampai 8 pemain. Makan Konate, yang menjadi pemain paling menonjol untuk persib musim ini masih berusia 23 tahun. Kemudian ada 7 pemain asli sunda di skuad. Semua ini adalah modal untuk memberi kesuksesan berkelanjutan untuk Persib. Kuncinya ada pada kolaborasi Djanur dan Wa Haji. Kelemahan musim ini harus bisa ditutupi di musim depan. Kunci permainan musim ini harus bisa ditingkatkan lagi.
Selamat mang Djanur dan Wa Haji, juga pemain, nama kalian akan selalu dikenang, tercatat sebagai juara bersama PERSIB.
#tcn10 #persib #Djanur #WHK